Aula Dinas Pendidikan dipenuhi para peserta lomba mendongeng dari SMP di seluruh Kab. Mojokerto
Mojokerto — Di tengah derasnya arus digitalisasi dan algoritma media sosial yang memengaruhi pola komunikasi generasi muda, Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS2N) hadir sebagai ruang perlawanan kultural. Kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini kembali digelar pada Selasa, 17 Juni 2025, bertempat di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto, Jalan R.A Basuni No. 33, Sooko.
Salah satu peserta mendongengkan asal usul kesenian bantengan.
Salah satu cabang lomba yang menarik perhatian adalah lomba mendongeng tingkat SMP, yang menghadirkan 76 peserta dari berbagai sekolah menengah pertama se-Kabupaten Mojokerto.
Lomba mendongeng ini menjadi signifikan tidak hanya sebagai ajang kompetisi, melainkan juga sebagai upaya merawat tradisi lisan yang semakin tersisih di era visual. Setiap peserta diberi waktu maksimal sepuluh menit untuk menampilkan narasi kreatifnya. Kompetisi berlangsung sejak pukul 07.00 hingga 20.30 WIB dan diakhiri dengan penetapan enam pemenang. Juara I diraih oleh SMPN 1 Kemlagi (skor 286), Juara II oleh SMPN 1 Trowulan (skor 284), dan Juara III oleh SMPN 2 Jetis (skor 271). Sementara itu, Juara Harapan I diberikan kepada SMPN 1 Dawarblandong (skor 263), Harapan II kepada SMP 2 Transsains Nurul Islam (skor 259), dan Harapan III kepada SMPN 1 Bangsal (skor 255).
Salah satu dewan juri dalam cabang lomba mendongeng ini adalah Akhmad Fatoni, S.S., M.Hum., akademisi dan budayawan asal Mojokerto yang juga menjabat sebagai Bendahara dan Kepala Bidang Penerbitan Yayasan Giri Prapanca Loka. Kehadiran Fatoni sebagai juri tidak hanya memperkuat legitimasi akademik dari proses penilaian lomba, tetapi juga merepresentasikan konsistensi Yayasan Giri Prapanca Loka dalam melestarikan seni dan budaya lokal, khususnya dalam literasi lisan dan ekspresi tradisional.
Fatoni sendiri merupakan lulusan S1 Sastra Indonesia (Unesa) dan S2 Kajian Sastra (Unair), serta saat ini tengah menempuh studi doktoral pada program Pendidikan Bahasa dan Sastra di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dalam disertasinya, ia mengembangkan pendekatan Strukturalisme Profetik untuk mengkaji nilai-nilai religiositas dalam puisi-puisi karya Binhad Nurrohmat. Sejak tahun 2003, Fatoni telah dikenal luas di bidang sastra dan seni pertunjukan melalui karya-karya puisi, cerpen, esai, serta kontribusinya dalam berbagai kegiatan literasi, pelatihan menulis, teater, dan pertunjukan seni. Atas dedikasinya ia mendapatkan penghargaan seniman berprestasi dari Disporabudpar Jawa Timur tahun 2017.
Lebih dari sekadar ajang seleksi, FLS3N menghadirkan perlawanan sunyi terhadap homogenisasi budaya digital. Dalam tradisi mendongeng yang dirayakan melalui ajang ini, peserta tidak hanya belajar bercerita, tetapi juga menghidupkan kembali warisan lisan yang sarat dengan nilai moral, spiritual, dan kearifan lokal. Dalam konteks tersebut, Yayasan Giri Prapanca Loka melihat partisipasi aktif seperti ini sebagai bagian integral dari misi kelembagaannya: mendokumentasikan, menggerakkan, dan merawat tradisi seni di tengah perubahan zaman.
Dengan menghadirkan juri yang tidak hanya kompeten secara akademik tetapi juga aktif dalam praksis kebudayaan, FLS3N di Kabupaten Mojokerto tahun ini menjadi salah satu ikhtiar penting dalam menjaga keberlangsungan seni bertutur di tengah derasnya gelombang digital. Tradisi mendongeng, yang dulunya akrab di ruang keluarga dan langgar, kini mendapatkan tempat terhormat kembali—setidaknya untuk satu hari yang penuh suara, imajinasi, dan hikmah.