Citra Pelajar Pancasila sebagai Wujud implementasi Kurikulum Merdeka

Oleh: Suprapto*

 

Perkembangan digitalisasi telah menuntun para pelajar untuk terbiasa menggunakan berbagai platform digital dalam mendukung proses belajar. Kemudahan belajar memberikan ruang terbuka untuk mengakses materi ajar, kuis atau tes, juga tampilan belajar dalam bentuk yang ringkas, berbentuk audio visual, grafik, dan uji pemahaman. Pelajar akan terlatih mengoperasikan platform merdeka belajar untuk mendukung proses belajar. Bahwa belajar dapat dioptimalkan bebas ruang dan waktu. Pengetahuan dapat diasah secara berulang-ulang. Kecukupan ketersediaan layanan belajar menjadi salah satu dorongan kuat kemauan belajar. Tingkat kemauan dan ketagihan belajar menjadi salah satu cerminan Pelajar Pancasila. Kemandirian belajar menuntun pelajar memahami proses belajar secara teratur dan berulang.

Memahami Pelajar Pancasila membutuhkan pendalaman yang kuat akan kepribadian, identitas, status, nilai, norma, dan karakter yang saling terarah. Bahwa Pancasila disamping sebagai dasar negara, tentu akan menjadi cita-cita bangsa Indonesia. Wujud cita-cita ini secara bertahap diimplementasikan kepada Pelajar Pancasila. Pelajar saat ini memiliki potensi berkembang yang cepat karena beriringan dan berdampingan dengan modernisasi. Ditandainya kecakapan pada media, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Kecepatan akses informasi dapat disambut baik untuk memberikan ruang kreatif dalam mendukung adanya sikap kritis dan mandiri. Tentu keterbukaan akses informasi global mengandung makna baik dari screening pengetahuan.

Sebagai Pelajar Pancasila, nilai yang cukup mendasar untuk dipahami dan disadari yakni sikap berkebhinekaan global. Berbhineka sendiri mengandung makna budaya yang mengakar. Memahami individu dan kelompok sebagai bagian yang berbeda, dipersatukan dengan nilai luhur budaya sesuai prinsip-prinsip kebangsaan dan keindonesiaan. Menempatkan simbol-simbol serta identitas nasional secara tepat sesuai nilai dan norma yang terkandung di dalamnya. Semakin berkembangnya akses informasi, sangat memungkinkan indentitas nasional dikenal luas oleh masyarakat global. Ciri khas budaya, identitas, serta ajaran berbhineka yang tidak tercermin dari budaya bangsa lain, perlu dijaga, dirawat, dan diruwat.

Sejak dini melalui pendidikan dasar dan menengah, ajaran Pancasila mengajarkan adanya sikap tenggang rasa. Para pelajar perlu dilatih adanya sikap tersebut saat terlibat interaksi dan kontak sosial di sekolah dan lingkungan keluarga. Diantaranya dapat tercermin saat antar pelajar memiliki jiwa saling membantu, saling berbagi, dan saling menghargai. Sikap tenggang rasa yang terus dipupuk, memiliki potensi cukup baik bagi Pelajar Pancasila untuk bersikap toleran. Toleransi muncul sebagai wujud dari pemupukan nilai kemanusiaan.

Saat ini, melalui keterbukaan akses informasi, memungkinkan pemahaman terbatas atas suatu kejadian yang sengaja direkayasa melalui media. Bentuk pembelajaran yang perlu diseimbangkan dengan merdeka belajar, nampak pada pemahamanan akan literasi media. Dengan hadirnya platform merdeka belajar, mendorong integrasi dari guru juga pelajar. Dukungan belajar melalui pembelajaran intrakurikuler, mendorong ajaran konstruktif juga transformatif yang mana praktik pembelajaran diselaraskan dengan kebutuhan dan minat belajar siswa. Akibatnya dapat diharapkan keterbukaan akan sikap mandiri, berpikir kritis, serta kreatif. Melalui merdeka belajar ini berusaha menghindarkan pada kegiatan belajar yang kaku dan tersentral.

Kurikulum merdeka mendorong keterlibatan kepala sekolah, guru, dan siswa. Dengan kesiapan pada satuan pendidikan diantaranya memberikan kesempatan untuk mandiri belajar. Berbekal pada karakter beriman, bertaqwa, dan berakhlaq mulia, pelajar pada saat mengikuti mandiri belajar, tetap berpegang pada karakter tersebut. Dalam rangka memberikan keleluasaan belajar, masih berpedoman pada kurikulum merdeka juga kurikulum pada satuan pendidikan. Secara sosiologis, terdapat fungsi manifes pendidikan di dalam sekolah. Melalui merdeka belajar, pendidikan sebagai katalisator sehingga menghubungkan antara pelajar/siswa dengan kesempatan dan keterampilan belajar tertentu. Sebagai penghubung sumber belajar, pelajar memiliki kemampuan berkarya atas hasil belajarnya. Penghargaan yang tinggi atas proses belajar dan hasil belajar dapat meminimalisir adanya tekanan, tuntutan, dan paksaan belajar. Pelajar dimungkinan akan senang belajar, senang memperoleh wawasan dan ilmu pengetahuan, sehingga terbangun ekosistem belajar mandiri, kritis, dan kreatif.

 

* adalah dosen di Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Majapahit dan pernah menjadi pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *